BULETIN JUM'AT ONLINE - Edisi 50 / Th. II / Shofar 1435 H
Bahasa Arab dan Aqidah Islam
Oleh : Ust. Abu Ashim Muhtar Arifin
Aqidah Islamiyyah sangat berhubungan erat dengan bahasa ‘Arab. Hal itu dapat terlihat dari beberapa perkara berikut :
1. Sumber utama masalah aqidah berbahasa ‘Arab.
Aqidah yang benar bersumber hanyalah kepada al-Qur’an dan al-Hadits, sedangkan keduanya menggunakan bahasa ‘Arab. Oleh karena itu, memahami bahasa ‘Arab adalah termasuk perkara yang dapat memudahkan dalam mempelajari dan memahami kitab-kitab aqidah agar tidak menyimpang dari makna yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Imam as-Suyuthi rahimahullaahu mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa bahasa ‘Arab adalah termasuk bagian dari agama, karena ia adalah termasuk masalah yang hukumnya fardhu kifayah dan dengannya akan diketahui makna lafadzh-lafadzh al-Qur’an dan Sunah.” (al-Muzhir fii ‘Uluumil Lughoh 2 / 302)
2. Membawakan ungkapan para ahli bahasa ‘Arab ketika menetapkan masalah aqidah.
Ketika menetapkan masalah uluw (ketinggian Allah Ta’ala) selain membawakan pernyataan para Rasul Allah, perkataan para Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama, tabi’in, tabi’ut tabi’in, para imam ahli fikih dari empat madzhab dan sebagainya, Ibnul Qayyim rahimahullaahu juga banyak membawakan pernyataan para ahli bahasa ‘Arab, yaitu Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin Mutsanna, al-Farra’, Tsa’lab, Ibnul A’rabi, al-Khalil bin Ahmad, Nifthiwaih dan al-Akhfasy. (Ijtima’ul Juyuusyil Islamiyyah, Ibnul Qayyim, hlm. 198-200, tahqiq oleh Basyir Muhammad Uyun)
Di samping itu, beliau juga memperkuat dengan pendapat para penyair ‘Arab, yaitu Hasan bin Tsabit, ‘Abdullah bin Rowahah, al-‘Abbas bin Mirdas, Labid bin Robi’ah, Yahya bin Yusuf ash-Shurshuri dan ‘Antaroh. (Ijtima’ul al-Juyusy, hlm. 231-242)
3. Menyebarkan aqidah salafiyyah dalam kamus bahasa ‘Arab.
Dalam kamus bahasa ‘Arab yang bernama Tahdzibul Lughoh, Imam al-Azhari asy-Syafi’i menetapkan masalah-masalah aqidah sesuai dengan aqidah salafush shalih, di antaranya adalah dalam masalah al-Qur’an adalah Kalamullah, beriman kepada terlihatnya Allah Ta’ala pada hari Kiamat oleh kaum Mukminin, sifat uluw, wajah Allah Ta’ala, kedua mata Allah Ta’ala, kaki Allah Ta’ala, sifat heran Allah Ta’ala, meninggalkan tahrif dan sebagainya.
Selain itu, beliau juga menetapkan masalah-masalah ghoib yang wajib diimani, seperti malaikat, jin, dajjal, api yang mengumpulkan manusia ketika sebelum terjadi Kiamat, ‘arsy, kursi, shirath, surga dan sebagainya. Beliau juga menjelaskan tentang masalah kenabian, imamah, shahabah dan lain-lain.
4. Membantah bid’ahnya para ahli bid’ah dari segi bahasa ‘Arab.
Para ulama banyak yang membawakan ungkapan para ahli bahasa untuk membantah dan mematahkan pendapat para ahli bid’ah yang menyimpang dari kebenaran. Di antaranya adalah Imam Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi yang membantah syubhat kaum filsafat tentang makna ‘Arsy sebagai falak (bintang) yang melingkar, maka beliau mengatakan, “Arsy bukanlah falak, orang-orang ‘Arab tidak memahaminya demikian, sedangkan al-Qur’an hanyalah turun dengan bahasa ‘Arab. Ia berupa singgasana (Allah Ta’ala) yang memiliki qawaaim (tiang-tiang) yang dibawa oleh para malaikat…,” lalu beliau membawakan bait-bait sya’ir karya ‘Umayyah bin Abu Sholt yang berisi penjelasan tentang makna ‘Arsy, yaitu : “Agungkanlah Allah, karena Dialah yang berhak untuk diagungkan. Rabb kita berada di langit dalam keadaan Maha Agung. Dengan bangunan yang tinggi lagi mengagumkan manusia, Dia bersemayam di atas langit, di atas sebuah singgasana.” (Syarh Aqidah Thahawiyah, karya Imam Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi, tahqiq oleh Dr. at-Turki, 2 / 366-367)
5. Membantah para ahli bid’ah aqodiyyah dengan menyatakannya dalam karya ilmiah tentang masalah bahasa.
Imam al-Azhari dalam kitabnya Tahdzibul Lughoh telah membantah banyak syubhat dari para ahli bid’ah dengan menyisipkannya di antara celah-celah pembahasan kosa kata. Di antara firqah menyimpang yang telah dibantah sebagian syubhatnya oleh beliau dalam kitabnya adalah Syi’ah, Khawarij, Shufiyyah, Murji’ah, Mu’tazilah, Qadariyyah, Jabariyyah, Qaramithah, Bathiniyyah dan Syu’ubiyyah.
6. Di antara sebab kezindiqan adalah kebodohan terhadap bahasa ‘Arab.
Kesesatan dalam masalah aqidah dapat bersumber dari kejahilan akan bahasa ‘Arab. Hal ini karena sumber dari aqidah Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits serta syarh (penjelasan) dari keduanya adalah menggunakan bahasa ‘Arab. Tatakala seseorang salah dalam memahami ungkapan yang berkaitan dengan aqidah tersebut, maka dapat menghasilkan sesatnya keyakinan.
Ada segolongan kaum yang mengatakan tentang adanya kontradiksi antara firman Allah Ta’ala dalam Qs. Fushshilat : 11 (Allah Ta’ala berfirman : “Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman, ‘Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh dan terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan patuh’.”) dengan Qs. an-Nazi’aat : 30 (Allah Ta’ala berfirman : “Dan setelah itu bumi Dia hamparkan.”). Maka Imam al-Azhari mengatakan, “Tidak ada kontradiksi antara kedua ayat ini bagi orang yang memahaminya. Segala puji bagi Allah Ta’ala. Orang mulhid (orang-orang yang terjerumus dalam kesesatan) mencela ayat ini dan ayat-ayat yang semacamnya hanyalah karena kedunguan mereka dan salah pahamnya, serta sedikitnya ilmu mereka tentang bahasa ‘Arab.” (Aqidah al-Azhari, karya Dr. al-‘Ulyani, hlm. 81 dan beliau menjelaskan bahwa nukilan ini diambil dari Tahdzibul Lughah 2 / 234)
Dengan demikian, maka salah satu kunci untuk dapat memahami aqidah yang lurus adalah dengan memahami bahasa ‘Arab.
Disadur:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=335971996545453&set=at.323628074446512.1073741834.100003979656825.100001143965317&type=1&theater