BULETIN JUM'AT ONLINE - Edisi 46 / Th. I / Dzulhijjah 1434 H
:: Sudah Terujikah Iman Kita ? ::
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman’ dan mereka tidak diuji ? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (Qs. Al-‘Ankabuut : 2-3)
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman. Apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau iman kita didorong oleh kepentingan sesaat ? Allah ta’ala mengambarkan semua itu di dalam firmannya. Allah berfirman : “Dan di antara manusia ada sebagian yang berkata, ‘Kami beriman kepada Allah’ tetapi apabila dia disakiti (karena dia beriman) kepada Allah, dia menganggap cobaan manusia itu sebagai siksaan Allah. Dan jika datang pertolongan dari Rabb-mu, niscaya mereka akan berkata, ‘Sesunguhnya kami bersama kamu’. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang di dalam dada semua manusia ?” (Qs. Al-‘Ankabuut : 10)
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman (Surga), maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman : “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ‘Kapankah datang pertolongan Allah ?’ Ingatlah, sesungghnya pertolongan Allah itu dekat.” (Qs. Al-Baqarah : 214)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dahulu dalam mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada sahabat Khabbab Ibnul Arats : “Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang disisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-belulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya. Dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya…” (HR. Al-Bukhari, dalam Shahih Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Rayyan 7 / 202)
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita ? Cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita ? Apa yang telah kita alami dalam memperjuankan akidah dan iman kita ? Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikitpun belum ada ?
Ujian yang diberikan Allah kepada manusia berbeda-beda. Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidaknya ada 4 macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita, di antaranya :
Pertama : Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan. Seperti, perintah Allah kepada kaum Muslimah untuk mengenakan jilbab supaya membedakan antara wanita Muslimah dengan wanita Musyrikah. Sebagaimana firman Allah ta’ala : “Wahai Nabi ! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’ yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab : 59)
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya yang tidak mau mengenakan jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak modis atau beranggapan bahwa jilbab masih diperselisihkan dikalangan Ulama dan ada yang berdalih bahwa jilbab merupakan pertikulat budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah memberikan ancaman kepada para wanita Muslimah yang tidak mau mengenakan jilbab di dalam sabdanya : “Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat. Pertama, kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia. Kedua, wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang, berlenggok-lenggok menarik perhatian, kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya.” (HR. Muslim dalam Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan 4 / 109-110)
Kedua : Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan. Seperti, kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, isteri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina. Namun Nabi Yusuf membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini pertanda ia telah lulus dari ujian atas keimanannya.
Sikap Nabi Yusuf ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar dan pelacuran merebak di mana-mana. Perzinaan seakan-akan sudah menjadi barang biasa bagi para pemuda, sehingga tidak heran bila menurut penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya 6 dari 10 remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibat dari semua itu adalah setiap tahun sekitar 2.000.000 bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah bayi lahir.
Rasulullah telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan pada hari Kiamat nanti. Rasulullah bersabda : “Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungannya pada hari yang tiada perlindungan selain perlindungan-Nya…dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu dia berkata ‘Aku takut kepada Allah’…” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih Bukhari dengan Fathul Bari cet. Dar Ar-Rayyan 3 / 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi 7 / 120-121)
Ketiga : Ujian yang berbentuk musibah. Seperti, kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalam yang Allah uji dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya. Seluruh hartanya habis, seluruh kerabatnya meninggalkan, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Dan ujian itu berakhir ketika Allah memerintahkan Nabi Ayyub untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruh untuk meminumnya, maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya.
Begitulah Allah memberikan ujian kepada Nabi-Nya, selama 18 tahun ditinggalkan sanak saudara merupakan perjalanan yang sangat berat, namun Nabi Ayyub membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa derita dan terbetik dalam hatinya untuk menanggalkan keimannya. Iman semacam ini jelas tidak dimiliki oleh kebanyakan kaum Muslim yang rela menukar iman dan akidah mereka dengan sekarung beras atau mie instan.
Keempat : Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang membenci Islam. Seperti, kisah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya di akhir ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah beserta Bani Abdul Mutholib dan Bani Hasyim yang selama ini melindungi beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallama, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah untuk dibunuh. Rasulullah dan orang-orang yang melindungi beliau terkurung selama 3 tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya al-‘Umari, Ash-Shirah An-Nabawiyah Ash-Shahihah, 1 / 182)
Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tak sedikitpun mengendorkan semangat Rasulullah dan para sahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai belahan dunia sekarang merupakan ujian keimanan dari Allah ta’ala, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam itu sendiri. Termasuk umat Islam Indonesia yang sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang kuffar dan orang-orang “Islam” yang membenci Islam itu sendiri. Sungguh ironis dan menyakitkan hati, di suatu negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin dan telah membunuh ribuan jiwa.
Kita berdoa kepada Allah mudah-mudahan saudara-sudara kita yang gugur dalam mempertahankan iman dan akidahnya dicatat sebagai syuhada di sisi Allah. Amiin Insya Allah. Dan semoga umat Islam yang berada di tempat lain dapat mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang telah terjadi. Sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kuffar dan orang-orang yang mengaku “Islam” tetapi membenci Islam. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : “Wahai orang-orang beriman ! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Qs. Muhammad : 7)
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallama bersabda : “Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesunggunya apabila Allah mencintai satu kaum, Dia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah. Dan barangsiapa marah, maka baginyalah kemarahan Allah.” (HR. Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah 4 / 519, ia mengatakan sanad hadits ini hasan gharib)
Maraji’: Tulisan Ade Hermansyah bin Bunyamin, dalam Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun, Pustaka Darul Haq, hlm. 41-51
Disadur:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=317714868371166&set=at.111107895698532.15534.100003979656825.100001143965317&type=1&relevant_count=3