SAHABAT MUSLIM INDRAMAYU MENGAJAK KEPADA SAUDARA-SAUDARA BERDONASI UNTUK PERKEMBANGAN DAKWAH UMAT SEPERTI PEMBANGUNAN RADIO, YOUTUBE CHANNEL DAN KEGIATAN-KEGIATAN DAKWAH LAINNYA, INFORMASI : 0812 2226 6604
  • Log In

Sahabat Muslim Indramayu

Akhlak Al-Qur'an Aqidah Bantahan Syubhat Belajar Bahasa Arab Buletin Jum'at Online Dakwah Fiqih Hadits Keluarga Manhaj Masalah Penyejuk Hati
  • DROPDOWN MENU
  • SMI Tube
  • Jadwal Kajian
  • Forum Diskusi
~ Al-Qur'an | Kajian | E-Book | Artikel | Nasihat bagi Atheis ~

Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia (MUI Pusat)


Sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alahi wasallam:
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka dia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”
[HR. Muslim dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu]
Home » Buletin Jum'at Online » Resiko Murtad

Resiko Murtad

Label: Buletin Jum'at Online

BULETIN JUM'AT ONLINE - Edisi 57 / Th. II / Robi'ul Akhir 1435 H

Resiko Murtad

Islam adalah anugerah yang tiada tara. Satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dunia dan di akhirat. Perbuatan seseorang akan diakui bila ia telah memeluk Islam. Allah Ta’ala berfirman : “Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang merugi.” (Qs. Ali Imran : 85)

Dan sebaliknya, agama selain Islam merupakan penghalang diterimanya perbuatan baik seseorang, bahkan perbuatan baik tersebut akan sia-sia dan sirna di sisi Allah kelak. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Dan orang-orang yang kafir, perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi apabila didatangi air itu, maka dia tidak mendapati apapun…” (Qs. An-Nuur : 39)

Dalam sebuah hadits disebutkan, “Suatu ketika ‘Aisyah Radhiyallaahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah tentang seorang dermawan yang hidup di zaman Jahiliyyah yang bernama Ibnu Jud’an. Dia sangat gemar menyambung tali silaturahmi dan memberi makan kaum miskin, apakah kebaikan tesebut akan bermanfaat baginya ? Rasulullah menjawab : “Tidak wahai ‘Aisyah, karena dia tidak pernah sekalipun mengatakan : Rabb-ku, ampunilah kesalahan-kesalahanku di hari kiamat kelak.” (HR. Muslim)

Nikmat ini harus selalu disyukuri dengan senantiasa menjaganya agar tetap menetap kuat dalam jiwa dan mengisi hidup dengan beramal shalih sebanyak mungkin, agar semakin bertambah kokoh, serta tidak sampai berkurang apalagi sirna dari kita, alias murtad. Na’udzu billahi min dzaalik.

Istilah murtad dalam bahasa Arab diambil dari kata ar-tadda yang bermakna kembali berbalik ke belakang. Sedangkan menurut syari’at, orang murtad adalah seorang Muslim yang menjadi kafir setelah keislamannya, tanpa ada paksaan, dalam usia tamyiiz, serta berakal sehat. Sementara seseorang yang menyatakan kekufuran karena terpaksa, tidak diketegorikan sebagai orang murtad. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada diri sahabat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallama, ‘Ammar bin Yasir Radhiyallaahu ‘anhu yang dipaksa dan disiksa agar mengingkari kenabian Rasulullah dan mencela Islam. Akhirnya ia terpaksa menuruti mereka, padahal hatinya tetap yakin akan kebenaran ajaran Rasulullah. Setelah ia dibebaskan, dengan menangis dia mendatangi Rasulullah seraya menceritakan peristiwa tersebut, dan ternyata Rasulullah memaafkannya. Kemudian turunlah firman Allah Ta’ala : “Barangsiapa kafir kepada Allah setelah beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat adzab yang besar.” (Qs. An-Nahl : 106)

Para Ulama Islam (kalangan Fuqaha) telah membahas konsekuensi hukum yang berlaku pada orang Islam yang pindah agama dalam buku-buku mereka dalam pasal ar-riddah. Berikut ini konsekuensi buruk dari perbuatan mencampakkan Islam dengan memeluk agama lainnya, menjadi seorang Nashrani atau pemeluk agama lainnya.

=> Amal ibadahnya terhapus

Banyaknya ibadah yang telah dilakukan, tidak akan pernah bermanfaat bagi pelakunya, bahkan berguguran tanpa ada hasil yang bisa dipetik, apabila di kemudian hari dia kufur kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Dan tempat kembalinya adalah Neraka, kekal abadi dia di dalamnya jika dia mati dalam kekufuran. Karena Allah Ta’ala berfirman : “…Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Qs. Al-Baqarah : 217)

=> Haknya sebagai seorang Muslim sirna

Dalam sebuah hadits disebutkan, “Hak seorang Muslim yang wajib ditunaikan oleh orang Muslim lainnya ada lima: menjawab salam, mengunjungi yang sedang sakit, mengiringi jenazahnya, memenuhi undangannya, mendoakan yang bersin.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Berdasrkan hadits di atas, maka seorang Muslim tidak wajib menjawab lontaran salam dari orang yang murtad dari Islam, tidak perlu menengoknya tatkala sakit, tidak perlu menghormati dan mengiringi jenazahnya dan tidak boleh mendoakannya ketika si murtad bersin.

=> Haram menikahi seorang Muslimah dan apabila telah menikah, maka pernikahannya batal demi hukum.

Islam melarang umatnya menikah dengan non Muslim secara umum, serta merupakan syarat sah suatu peernikahan Islami adalah kedua mempelai beragama Islam, kecuali dengan wanita Ahli Kitab (Nashrani dan Yahudi) dengan persyaratan yang ketat. Adapun pernikahan di luar Ahli Kitab, maka pernikahan itu tidak sah. Karena Allah Ta’ala berfirman : “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Nereka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Qs. Al-Baqarah : 221)

Juga firman-Nya : “… Jika kamu telah mengetahui tentang keimanan mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka…” (Qs. Al-Mumtahanah : 10)

Dengan demikian, dalam Islam tidak halal bagi pasangan yang salah satunya telah murtad untuk melakukan hubungan layaknya suami istri.

=> Tidak boleh menjadi wali dalam pernikahan

Seorang wanita Muslimah apabila hendak menikah, maka memerlukan seorang wali untuk menikahkannya, baik bapaknya, pamannya dan seterusnya. Akan tetapi, misalnya bapak atau walinya murtad, maka tidak berhak menikahkan anak atau kemenakannya yang Muslimah. Karena Allah Ta’ala berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman ! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin-pemimpin (mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (Qs. Al-Maa’idah : 51)

=> Tidak mewarisi dan tidak diwarisi hartanya

Apabila seorang bapak meninggal dunia dalam kekafiran (termasuk dalam keadaan mutad), maka anak dan ahli warisnya yang beragama Islam tidak boleh mewarisi harta peninggalan bapaknya. Sebagian ulama menyatakan bahwa harta orang seperti ini manjadi fa’i dan masuk ke Baitul Mal kaum Muslimin dan digunakan untuk kemaslahatan kaum Muslimin.

Pada kasus lain, apabila seorang bapak yang beragama Islam meninggal dunia, kemudian di antara anaknya atau ahli warisnya ada yang non Muslim (termasuk murtad) maka dia tidak berhak mendapatkan bagian dari harta ayahnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallama : “Tidaklah seorang Muslim boleh mewarisi (harta) orang kafir, demikian juga orang kafir tidak mewarisi (harta) seorang Muslim.” (Muttafaqun ‘alaihi)

=> Jika mati, tidak dishalati, tidak dikafani dan tidak didoakan.

Apabila seseorang mati dalam keadaan murtad dari Islam, maka dia tidak boleh dishalati, dikafani maupun didoakan. Allah Ta’ala berfirman : “Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (Qs. At-Taubah : 84)

=> Jika mati, tidak boleh dimakamkan di pemakaman Muslim

Sejak zaman Nabi, kaum Muslimin berinteraksi dan hidup berdampingan dengan orang-orang non Muslim. Namun dalam masalah pemakaman, beliau memisahkan lokasi pemakaman kaum Muslimin dengan orang-orang kafir. Sebagaimana dalam sebuah riwayat sahabat Ibnul Khashashiyah, suatu ketika Rasulullah mendatangi pemakanam kaum Muslimin seraya mengatakan : “Mereka telah memperoleh kebaikan yang banyak.” Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau mendatangi pemakaman kaum Musyrikin seraya mengatakan : “Mereka telah melewatkan kebaikan yang banyak.” Beliau mengatakannya tiga kali. (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dengan sanad shahih. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Ahkaamul al-Janaa’iz)

=> Jika mati, tidak boleh dimintakan ampun baginya

Betapapun cinta kita terhadap orang lain, tapi apabila meninggal dalam keadaan tidak beragama Islam, maka kita tidak diperkenankan memintakan ampunan atas dosa-dosanya. Sebagaimana teguran Allah kepada Nabi-Nya dalam firman-Nya : “Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat (nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni Neraka Jahanam.” (Qs. At-Taubah : 113)

=> Memberitakan berita buruk ketika melewati kuburnya

Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak memberi salam dan tidak mendoakan kebaikan ketika melewati makam orang kafir. Bahkan kita diperintahkan untuk mengabarkan kepadanya tentang Neraka. Rasulullah bersabda : “Dimanapun anda melewati makam orang kafir, maka beritakanlah kepadanya tentang Neraka.” (HR. Ibnu Majah, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir)

=> Sembelihannya haram bagi kaum Muslimin

Islam melarang segala sembelihan yang tidak disebutkan nama Allah di dalamnya, termasuk sembelihan kaum Musyrikin maupun seorang atheis, kecuali Ahli Kitab. Karena Allah Ta’ala berfirman : “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka…” (Qs. Al-Maa’idah : 5)

=> Persaksiannya ditolak

Telah diketahui bahwa sifat adil adalah jauhnya seseorang dari perbuatan dosa besar dan tidak terus-menerus melakukan dosa kecil. Dari sini, orang murtad tidak berhak untuk menjadi saksi dalam peradilan Islam, dan juga dalam pernikahan seorang Muslim. Sebagaimana perintah Allah Ta’ala : “…Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah pengajaran itu diberikan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir.” (Qs. Ath-Thalaaq : 2)

=> Tidak boleh memasuki tanah suci (Tanah Haram)

Tanah suci memiliki kehormatan yang tidak boleh direndahkan dan dilanggar, di antaranya adalah tidak bolehnya seorang kafir pun memasukinya. Sebagaimana Rasulullah bersabda : “Tidak boleh seorang Musyrik pun memasuki kota Mekkah setelah tahun ini selamanya.” (HR. al-Bukhari)

Apabila seseorang murtad dengan berpindah ke agama lain atau memilih menjadi seorang atheis, langkah yang ditempuh adalah mendakwahinya untuk kembali ke pangkuan Islam dalam tempo tiga hari. Jika tetap dalam kemurtadannya, maka ia dihukum bunuh. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah : “Siapa saja yang mengganti agamanya, maka hendaklah kalian bunuh dia.” (HR. al-Bukhari)

Permasalahan jangka waktu penyadaran melalui dakwah agar bertaubat selama tiga hari, kami belum menemukan dalil yang kuat untuk dijadikan pijakan, kecuali dalil logika yang dikemukakan oleh sebagian ulama, bahwa kemurtadan mayoritasnya disebabkan kerancuan pikiran dan syubhat dalam diri orang tersebut, sehingga diharapkan dengan dakwah khusus secara personal kepadanya, kerancuan dan syubhat tersebut bisa dihilangkan dari pikirannya, sehingga mau dengan sukarela kembali ke pangkuan Islam. Wallahu a’lam.

Maraji’ : Majalah As-Sunnah Edisi 03 / Thn. XIV / Jumadil Tsani 1431 H / Juni 2010 M

Disadur:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=362195037256482&set=a.323628074446512.1073741834.100003979656825&type=1&theater
Artikel: SMIndramayu.Blogspot.Com


Share on: Facebook Twitter Google+
← Newer Post Older Post → Home

Radio Syuja Indramayu

Image and video hosting by TinyPic
Loading the player...


Dapatkan CD atau DVD Gratis !
Berisi Murotal Al-Qur'an dan Kajian Islam
Saat ini:
326 CD & 100 DVD
Telah disebarkan sejak 15 Juni 2015
Insya Allah akan terus berjalan
~ Trans|7 - Mengenal Wahabi ~


DOWNLOAD

 Durusul Lughah - Jilid 1   Panduan 
 Durusul Lughah - Jilid 2   Panduan 
 Durusul Lughah - Jilid 3   Panduan 
Copyright 2016 Sahabat Muslim Indramayu. All Rights Reserved.