SAHABAT MUSLIM INDRAMAYU MENGAJAK KEPADA SAUDARA-SAUDARA BERDONASI UNTUK PERKEMBANGAN DAKWAH UMAT SEPERTI PEMBANGUNAN RADIO, YOUTUBE CHANNEL DAN KEGIATAN-KEGIATAN DAKWAH LAINNYA, INFORMASI : 0812 2226 6604
  • Log In

Sahabat Muslim Indramayu

Akhlak Al-Qur'an Aqidah Bantahan Syubhat Belajar Bahasa Arab Buletin Jum'at Online Dakwah Fiqih Hadits Keluarga Manhaj Masalah Penyejuk Hati
  • DROPDOWN MENU
  • SMI Tube
  • Jadwal Kajian
  • Forum Diskusi
~ Al-Qur'an | Kajian | E-Book | Artikel | Nasihat bagi Atheis ~

Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia (MUI Pusat)


Sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alahi wasallam:
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka dia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”
[HR. Muslim dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu]
Home » Buletin Jum'at Online » Beberapa Amalan di Musim Hujan

Beberapa Amalan di Musim Hujan

Label: Buletin Jum'at Online

BULETIN JUM'AT ONLINE - Edisi 55 / Th. II / Robi'ul Awwal 1435 H

Beberapa Amalan di Musim Hujan

Segala puji bagi Allah Ta’ala atas segala macam nikmat yang telah diberikan-Nya. Dan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallama beserta keluarga, para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Segala puji bagi Allah, pada saat ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan. Allah Ta’ala berfirman : ”Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.” (Qs. An-Nuur : 43)

Yaitu dari celah-celah awan. (Majmu’ Al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 24 / 262)

Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang telah diberikan ini, sebaiknya kita mengilmui beberapa hal seputar musim hujan. Kami akan menjelaskan amalan-amalan yang semestinya dilakukan seorang muslim ketika hujan turun. Semoga bermanfaat.

Pertama : Keadaan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallama Tatkala Mendung

Ketika muncul mendung, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama begitu khawatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Dari 'Aisyah radhiyallaahu ‘anha, beliau berkata, ”Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallama apabila melihat mendung di langit, beliau beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, beliau shallallaahu ’alaihi wa sallama mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi jika beliau melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallama mengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka. (Qs. Al-Ahqaf : 24)." (HR. Bukhari no. 3206)

Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan bahwa seharusnya seseorang menjadi kusut pikirannya jika ia mengingat-ingat apa yang terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan agar ia selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka yaitu umat-umat sebelumnya.” (Fathul Baari 6 / 301)

Kedua : Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan

Apabila Allah memberi nikmat hujan, dianjurkan bagi seorang muslim dalam rangka bersyukur kepada-Nya untuk membaca do’a,

اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً

“Allahumma shoyyiban naafi’aan [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].”

Itulah yang Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallama ucapkan ketika melihat turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallaahu ’anha, ”Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallama ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”. ( HR. Bukhari no. 1032, Ahmad no. 24190 dan An-Nasai no. 1523)

Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”

Al-Khoththobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.” (Syarh Al-Bukhari, Ibnu Baththol, 5 / 18)

Dalam riwayat lain disebutkan,

اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ صَيِّبًا نَافِعًا

“(Allahummaj-‘alhu shoyyiban naafi’an) Ya Allah, jadikanlah ia hujan yang bermanfaat bagi kami.” (HR. An-Nasaa’iy no. 1523)

Ketiga : Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 2 / 294 mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallama bersabda, "Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : (1) Bertemunya dua pasukan, (2) Menjelang shalat dilaksanakan dan (3) Saat hujan turun." (Shohihul Jaami’ no. 1026)

Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallama bersabda, “Dua do’a yang tidak akan ditolak : (1) Do’a ketika adzan dan (2) Do’a ketika ketika turunnya hujan." (Shohihul Jaami’ no. 3078)

Keempat : Ketika Terjadi Hujan Lebat

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama berdo’a,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan]." (HR. Bukhari no. 1014)

Ibnul Qayyim mengatakan, ”Ketika hujan semakin lebat, para sahabat meminta pada Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallama supaya berdo’a agar cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya beliau membaca do’a di atas.” (Zaadul Ma’ad, 1 / 439)

Syaikh Sholih As-Sadlan mengatakan bahwa do’a di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya. (Dzikru wa Tadzkir, Sholih As-Sadlan, hal. 28)

Atau dalam riwayat lain cukup dengan redaksi, "Allahumma hawaalayna wa laa 'alaynaa." Sebagaimana dalam sebuah hadits di sebutkan,

Dari Anas, ia berkata : “Ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallama sedang berkhutbah pada hari Jum'at, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki kepada beliau dan berkata : ‘Wahai Rasulullah, hujan sudah lama tidak turun, berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan untuk kami’. Maka beliau pun berdoa sehingga turun hujan kepada kami. Hampir-hampir kami tidak bisa pulang ke rumah-rumah kami. Dan hujan terus turun hingga hari Jum'at berikutnya. Laki-laki itu atau lelaki lain berdiri dan berkata : ‘Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar hujan segera dialihkan dari kami’. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallama berdoa : ‘Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa (Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami saja dan jangan kepada kami – sehingga membahayakan kami)”. Anas berkata : "Sungguh aku melihat awan berpencar ke kanan dan kiri, lalu hujan turun namun tidak menghujani penduduk Madinah.” (HR. Al-Bukhaariy no. 969).

Kelima : Mengambil Berkah dari Air Hujan

Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallama. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian ?” Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan." (HR. Muslim no. 898)

An-Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat, yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.” (Syarhu Muslim 6 / 195)

An-Nawawi selanjutnya mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama Syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut. Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.” (Syarhu Muslim 6 / 196)

Dalam hal mencari berkah dengan air hujan dicontohkan pula oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata, ”Apabila turun hujan, beliau mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya], ”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya). (Qs. Qaaf : 9).” (Adabul Mufrod no. 1228)

Keenam : Dianjurkan Berwudhu dengan Air Hujan

Ibnu Qudamah mengatakan, ”Dianjurkan untuk berwudhu dengan air hujan apabila airnya mengalir deras.” (Al-Mughni, 2 / 295)

“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya." (Irwa’ul Gholil no. 679)

Ketujuh : Janganlah Mencela Hujan

Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan nikmat dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan, “Aduh !! Hujan lagi, hujan lagi.”

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama telah menasehatkan kita agar jangan selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa sebagai kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin karena kedua makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.” (HR. Bukhari no. 4826 dan Muslim no. 2246)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama juga bersabda, ”Janganlah kamu mencaci maki angin.” ( HR. Tirmidzi no. 2252)

Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin adalah sesuatu yang terlarang. Begitu pula halnya dengan mencaci maki makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin dan hujan adalah terlarang.

Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari kejelekan yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk. Ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, - seperti mengatakan -, “Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat”, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa. (Mutiara Faedah Kitab Tauhid, hal. 227-231)

Intinya, mencela hujan tidak terlepas dari hal yang terlarang karena itu sama saja orang yang mencela hujan mencela Pencipta hujan yaitu Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan ketidaksabaran pada diri orang yang mencela. Sudah seharusnya lisan ini selalu dijaga. Jangan sampai kita mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat Allah murka. Semestinya yang dilakukan ketika turun hujan adalah banyak bersyukur kepada-Nya sebagaimana telah diterangkan dalam point-point sebelumnya.

Kedelapan : Jika Mendengar Guruh, Membaca, Subhaanallaadzii Yusabbihur-Ra’d

Dari ‘Abdullah bin Az-Zubair : Bahwasannya apabila mendengar guruh, ia meninggalkan pembicaraan dan kemudian berdoa : ‘Subhaanalladzii yusabbihur-ro’du bi-hamdihi wal-malaaikatu min khiifatih (Maha Suci Allah, Dzat yang guruh itu bertasbih dengan memuji-Nya, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya)". Lalu ia berkata : "Sesungguhnya ini benar-benar merupakan peringatan keras bagi penduduk bumi.” (Maalik dalam Al-Muwaththa’ 4 / 524-525 no. 2019)

Kesembilan : Berdo’a Setelah Turunnya Hujan
Dari Zaid bin Kholid Al-Juhani, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian ?” Kemudian mereka mengatakan, ”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Pada pagi hari, di antara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang." ( HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71)

Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah) setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam jika ia meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.” (Kutub wa Rosa’il Lil ‘Utsaimin)

Kesepuluh : Perkataan Muadzdzin dalam Adzannya, Sholluuu fir-Rihaalikum

Dari ‘Amru bin Aus, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami seorang laki-laki dari Tsaqiif yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar muadzdzin Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama pada malam hari yang hujan di waktu safar. Ia berkata : ‘Hayyaa ‘alash-sholaah, hayyaa ‘alal-falaah, sholluu fii rihaalikum.” (HR. An-Nasaa’iy no. 647)

Atau dengan lafadh : ‘Alaa Sholluu fii Rihaalkum, alaa Sholluu fir-Rihaal’ – berdasarkan riwayat :

Dari 'Ubaidullah bin 'Umar, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Naafi’, ia berkata : “Ibnu ‘Umar pernah mengumandangkan adzan pada waktu malam yang dingin, berangin, dan hujan; maka ia mengucapkan di akhir adzannya : ‘Alaa sholluu fii rihaalikum, alaa sholluu fir-rihaal (hendaknya kalian shalat di rumah-rumah kalian 2x)’. Kemudian ia melanjutkan : “Apabila malam begitu dingin atau turun hujan ketika safar, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama memerintahkan muadzdzin untuk mengucapkan : ‘Alaa shollu fii rihaalikum” [HR. Muslim no. 697 (23)].

Atau dengan lafadh : ‘Ash-Sholaatu fir-Rihaal’ – berdasarkan riwayat :

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Hamiid shaahibu Az-Ziyaadiy, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin Al-Haarits, ia berkata : Ibnu ‘Abbaas pernah berkhutbah kepada kami pada hari yang ketika itu turun hujan. Lalu ia memerintahkan muadzdzin ketika sampai pada bacaan ‘hayya ‘alash-shalaah’ : “Katakanlah : ‘ash-sholaatu fir-rihaal (shalat di rumah-rumah kalian)’”. Orang-orang pun saling berpandangan seakan-akan mereka mengingkarinya. Ibnu ‘Abbaas berkata : “Sepertinya kalian mengingkarinya ini. Sesungguhnya hal tersebut pernah dilakukan orang yang lebih baik dariku, yaitu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama. Sesungguhnya shalat Jum’at adalah kewajiban, namun aku tidak suka membuat kalian merasa susah (jika harus mendatangi shalat / masjid saat turun hujan).” (HR. Al-Bukhaariy no. 668)

Atau dengan lafadh : ‘Sholluu fii buyuutikum’ – berdasarkan riwayat :

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbaas : Bahwasannya ia pernah berkata kepada mu’adzdzinnya ketika hari hujan : “Apabila engkau telah mengucapkan ‘asyhadu an-laa ilaaha illallaah, asyhadu anna Muhammadan-Rasuulullah’, maka jangan engkau ucapkan : ‘hayya ‘alash-shalaah’. Akan tetapi ucapkanlah : ‘sholluu fii buyuutikum’”. Seakan-akan orang orang mengingkarinya. Maka Ibnu ‘Abbaas berkata : “Apakah kalian heran tentangnya ? Sungguh, hal tersebut pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Sesungguhnya shalat Jum’at adalah kewajiban, namun aku tidak suka membuat kalian keluar rumah sehingga kalian berjalan di atas tanah yang berlumpur.” (HR. Muslim no. 699)

Demikian beberapa amalan yang bisa diamalkan ketikan hujan turun. Semoga bermanfaat.

Disadur:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=355715587904427&set=a.323628074446512.1073741834.100003979656825&type=1&theater
Artikel: SMIndramayu.Blogspot.Com


Share on: Facebook Twitter Google+
← Newer Post Older Post → Home

Radio Syuja Indramayu

Image and video hosting by TinyPic
Loading the player...


Dapatkan CD atau DVD Gratis !
Berisi Murotal Al-Qur'an dan Kajian Islam
Saat ini:
326 CD & 100 DVD
Telah disebarkan sejak 15 Juni 2015
Insya Allah akan terus berjalan
~ Trans|7 - Mengenal Wahabi ~


DOWNLOAD

 Durusul Lughah - Jilid 1   Panduan 
 Durusul Lughah - Jilid 2   Panduan 
 Durusul Lughah - Jilid 3   Panduan 
Copyright 2016 Sahabat Muslim Indramayu. All Rights Reserved.