BULETIN JUM'AT ONLINE - Edisi 44 / Th. I / Dzulhijjah 1434 H
:: TANDA-TANDA HAJI MABRUR ::
Ajaran Islam dalam semua aspeknya memiliki hikmah dan tujuan tertentu. Hikmah dan tujuan ini diistilahkan oleh para Ulama dengan maqaashid syarii’ah, yaitu berbagai maslahat yang bisa diraih seorang hamba, baik di dunia maupun di akhirat. Adapun maslahat akhirat, orang-orang shalih ditunggu oleh kenikmatan tiada tara yang terangkum dalam sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Telah Aku siapkan untuk para hamba-Ku yang shalih kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga dan tidak pernah terbetik di hati manusia.” (HR. Bukhari no. 3073 dan Muslim no. 2824)
Untuk ibadah haji, secara khusus Rasulullah bersabda : “Haji mabrur tidak lain pahalanya adalah surga.” (HR. Bukhari no. 1683 dan Muslim no. 1349)
Adapun di dunia, banyak maslahat yang diperoleh umat Islam dengan menjalankan ajaran agama mereka. Dan untuk ibadah haji khususnya, ada beberapa contoh yang bisa kita sebut, seperti menambah teman, bertemu dengan Ulama dan keuntungan berdagang. Di samping itu, Allah Ta’ala juga memberikan tanda-tanda diterimanya amal seseorang, sehingga Allah bisa menyegerakan kebahagiaan di dunia sebelum akhirat dan agar ia semakin bersemangat untuk beramal.
Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrur. Haji mabrur bukanlah sekedar haji yang sah. Mabrur artinya diterima oleh Allah dan sah artinya menggugurkan kewajiban. Bisa jadi haji seseorang sah sehingga kewajiban berhaji telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Jadi, tidak semua yang hajinya sah terhitung sebagai haji mabrur. Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan : “Yang hajinya mabrur sedikit, tapi mungkin Allah memberikan karunia kepada jama’ah haji yang tidak baik dikarenakan jama’ah haji yang baik.” (Lathaaiful Ma’aarif Fiima Li Mawaasimil ‘Am Minal Wazhaif 1 / 68)
Para Ulama telah menyebutkan tanda-tanda mabrurnya haji seseorang berdasarkan keterangan dari Al-Qur’an dan Hadits. Namun, itu tidak bisa memberikan kepastian mabrur atau tidaknya haji seseorang. Sebagian dari tanda ini barangkali berhubungan dengan pembahasan cara meraih haji mabrur, karena cara kita menjalankan ibadah haji juga bisa dijadikan cermin dalam hal ini. Di antara tanda haji mabrur yang telah disebutkan para Ulama adalah :
---> Harta yang dipakai untuk berhaji adalah harta yang halal
Allah subhanahu wa ta’ala tidak menerima kecuali yang halal. Sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallama : “Sungguh Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim no. 1015)
Ibnu Rajab berkata dalam sebuah sya’ir : “Jika anda berhaji dengan harta tak halal asalnya, Maka anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan anda. Allah Ta’ala tidak menerima kecuali yang halal saja, Tidak semua yang berhaji mabrur hajinya.” (Lathaaiful Ma’aarif 2 / 49)
---> Amalan-amalannya dilakukan dengan baik, sesuai dengan tuntunan Nabi
Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya dijalankan dan semua larangan ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusan yang telah ditentukan. Di samping itu, haji yang mabrur juga memperhatikan keikhlasan hati, yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qadhi rahimahullaahu : “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jama’ah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah Ta’ala.” (Lathaaiful Ma’aarif 1 / 257)
Pada zaman dahulu ada seorang yang menjalankan haji dengan berjalan kaki setiap tahun. Suatu malam ia tertidur di atas kasurnya dan ibunya memintanya untuk mengambilkan air minum. Ia merasakan berat untuk bangkit memberikan air minum kepada sang ibu. Ia pun teringat perjalanan haji yang selalu ia lakukan dengan berjalan kaki tanpa merasa berat. Ia mawas diri dan berpikir bahwa pandangan dan pujian manusialah yang telah membuat perjalanan itu ringan. Sebaliknya saat menyendiri, memberikan air minum untuk orang yang paling berjasa pun terasa berat. Akhirnya, ia pun menyadari bahwa dirinya telah bersalah. (Lathaaiful Ma’aarif 1 / 257)
---> Hajinya dipenuhi dengan banyak amalan baik
Ibnu Rajab berkata : “Maka haji mabrur adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa.” (Lathaaiful Ma’aarif 1 / 67)
Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Nabi pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab : “Memberi makan dan berkata-kata baik.” (HR. al-Baihaqi 2 / 413 no. 10693, dihukumi shahih oleh al-Hakim dan al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah 3 / 262 no. 1264)
---> Tidak berbuat maksiat selama ihram
Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusuq dan jidal. Allah Ta’ala berfirman : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji.” (Qs. Al-Baqarah : 197)
Nabi bersabda : “Barangsiapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” (HR. Muslim no. 1350 dan yang lainnya, dan ini adalah lafadz Ahmad dalam Musnad no. 7136)
Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri salama ihram. Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas. Sedangkan jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.
Ketiga hal ini dilarang selama ihram. Adapun di luar waktu ihram, berhubungan suami isteri kembali diperbolehkan, sedangkan larangan yang lain tetap tidak boleh. Demikian juga, haji yang mabrur harus meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji, baik berupa syirik, bid’ah maupun maksiat.
---> Pulang dari haji dengan keadaan lebih baik
Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal shalih melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya. (Lathaaiful Ma’aarif 1 / 68)
Ibadah haji adalah madrasah. Selama kurang lebih satu bulan para jamaah haji disibukkan oleh berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Untuk sementara, mereka terjauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para Ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.
Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulan dalam keadaan yang lebih baik. Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah tenggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak yang tidak terlihat lagi pengaruh baik haji pada dirinya. Karena itu, bertaubat setelah berhaji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang lebih mantap dan benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah salah satu tanda haji mabrur.
Orang yang hajinya mabrur menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam menggapai ridha Allah; ia akan semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia. Al-Hasan Al-Bashri mengatakan: “Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat.” (At-Taariikh al-Kabiir 3 / 238) Beliau rahimahullaahu juga mengatakan : “Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan sebelum haji.” (Lathaaiful Ma’aarif 1 / 67)
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan : “Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk dengan teman-teman yang baik dan menggantikan majelis kelalaian menjadi mejelis dzikir dan kesadaran.”
Sekali lagi, yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang hanyalah Allah Ta’ala. Para Ulama hanya menjelaskan tanda-tandanya sesuai dengan ilmu yang telah Allah berikan kepada mereka. Jika tanda-tanda ini ada dalam ibadah haji anda, maka hendaknya anda bersyukur atas taufik dari Allah. Anda boleh berharap ibadah anda diterima oleh Allah, dan teruslah berdoa agar ibadah anda benar-benar diterima. Adapun jika tanda-tanda itu tidak ada, maka anda harus mawas diri, istighfar dan memperbaiki amalan anda. Wallahu ‘alam.
Maraji’ : Majalah As-Sunnah Edisi 08 / Thn. XII / Dzulqa’dah 1430 H hlm. 35-38
Disadur:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=312134698929183&set=at.111107895698532.15534.100003979656825.100001143965317&type=1&theater