Mengenai Jenggot
Jenggot (lihyah) adalah nama rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu. Jadi, semua rambut yang tumbuh pada dagu, di bawah dua tulang rahang bawah, pipi, dan sisi-sisi pipi disebut lihyah (jenggot) kecuali kumis. (Lihat Minal Hadin Nabawi I’faul Liha, ‘Abdullah bin Abdul Hamid dengan edisi terjemahan ‘Jenggot Yes, Isbal No‘, hal. 17)
Memelihara dan membiarkan jenggot juga merupakan syariat Islam dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Marilah kita lihat bagaimana bentuk fisik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berjenggot.
Dari Anas bin Malik -pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah putih sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak lurus. Allah mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40 tahun, lalu tinggal di Makkah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di Madinah selama 10 tahun pula, lalu wafat di penghujung tahun enam puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya terdapat 20 helai rambut yang sudah putih.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, Muhammad Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Lihatlah saudaraku, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat di atas dengan sangat jelas terlihat memiliki jenggot.
Adapun hukum memelihara jenggot adalah wajib karena dalam hadits-hadits yang ada digunakan kata perintah. Menurut kaedah dalam Ilmu Ushul Fiqh,”Al Amru lil wujub“yaitu perintah menunjukkan suatu kewajiban. Perhatikanlah hadits-hadits berikut ini.
Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى »
“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim no. 623)
Hadits kedua, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى »
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim no. 625)
Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” (HR. Muslim no. 624)
Hadits keempat, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ »
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” (HR. Muslim no. 626)
Hadits kelima, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ، وَأَعْفُوا اللِّحَى »
“Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Bukhari no. 5893)
Hadits keenam, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ »
“Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.” (HR. Bukhari no. 5892)
Ulama besar Syafi’iyyah, An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulannya ada lima riwayat yang menggunakan lafazh,
« أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا »
Semua lafazh tersebut bermakna membiarkan jenggot tersebut sebagaimana adanya.” (Lihat Syarh An Nawawi ‘alam Muslim, 1/416, Mawqi’ Al Islam-Maktabah Syamilah 5)
Di samping hadits-hadits yang menggunakan kata perintah di atas, memelihara jenggot juga merupakan sunnah fithroh. Dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ »
“Ada sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” (HR. Muslim no. 627)
Jika seseorang mencukur jenggot, berarti dia telah keluar dari fitrah yang telah Allah fitrohkan bagi manusia. Allah ta’ala berfirman,
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada penggantian pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum 30 : 30)
Selain dalil-dalil di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sangat tidak suka melihat orang yang jenggotnya dalam keadaan tercukur.
Ketika Kisra (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam keadaan jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya,”Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata, “Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan tetapi, Rabb-ku memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.” (HR. Thabrani, Hasan. Dinukil dari Minal Hadin Nabawi I’faul Liha)
Lihatlah saudaraku, dari dalil-dalil yang ada dapat dilihat bahwasanya memelihara jenggot dan memendekkan kumis adalah suatu yang wajib dan bukanlah mustahab yaitu sekedar anjuran. Dalam hadits yang telah kami bawakan menunjukkan bahwa memelihara jenggot adalah suatu perintah dan berarti wajib. Juga hal ini dilakukan untuk menyelisihi orang-orang musyrik dan Majusi serta perbuatan ini adalah fitrah manusia yang dilarang untuk diubah.
Berdasar hadits-hadits di atas, memelihara jenggot tidak selalu Nabi kaitkan dengan menyelisihi orang kafir. Hanya dalam beberapa hadits namun tidak semua, Nabi kaitkan dengan menyelisihi Musyrikin dan Majusi. Sehingga tidaklah benar anggapan bahwa perintah memelihara jenggot dikaitkan dengan menyelisihi Yahudi.
Namun sebaliknya, kaum muslimin saat ini (entah karena belum tahu atau sudah tahu namun mengabaikan karena masih menganggap hanya sekedar anjuran) dalam kesehariannya malah melakukan hal sebaliknya yaitu memanjangkan kumis dan memotong habis jenggot.
Sedikit Kerancuan Jika ada yang berkata, “Sekarang ini orang-orang Cina, para biksu, dan Yahudi ortodok juga memanjangkan jenggot. Kalau demikian memakai jenggot juga dapat dikatakan tasyabbuh (menyerupai) orang kafir. Sehingga sekarang kita harus menyelisihi mereka dengan mencukur jenggot.”
Jawaban dari pernyataan di atas telah dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam ta’liq (komentar) beliau terhadap kitab Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim, hal. 220, karangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ini sungguh kekeliruan yang besar. Karena larangan ini berkaitan dengan memelihara jenggot. Jika saat ini orang-orang kafir menyerupai kita, maka tetap saja kita tidak boleh berpaling dari apa yang telah diperintahkan walaupun mereka menyamai kita. Di samping memelihara jenggot untuk menyelisihi orang kafir, memelihara jenggot adalah termasuk fitrah (yang tidak boleh diubah sebagaimana penjelasan di atas -pen). Sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ada sepuluh fitrah, di antaranya memelihara (membiarkan) jenggot’. Maka dalam masalah memelihara jenggot ada dua perintah yaitu untuk menyelisihi orang kafir dan juga termasuk fitrah.”
Juga jawaban lebih memuaskan lagi dapat dilihat pada dua Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa di Saudi Arabia, semacam komite fatwa MUI di Indonesia)
Fatwa Pertama Fatwa no. 2258.
Pertanyaan: “Saya pernah mendengar bahwa memelihara (membiarkan) jenggot adalah wajib. Apakah pendapat ini benar? Jika ini benar, aku mohon agar dijelaskan mengenai sebab wajibnya hal ini. Dari yang saya ketahui ketika membaca salah satu buku bahwa sebab wajibnya memelihara jenggot adalah karena kita diharuskan melakukan yang berkebalikan dengan apa yang dilakukan orang kafir (maksudnya kita diperintahkan menyelisihi orang kafir -pen). Akan tetapi saat ini orang-orang kafir malah memelihara jenggot, sehingga saya merasa tidak puas dengan alasan ini. Aku mohon agar aku diberi penjelasan mengenai sebab kenapa kita diperintahkan memelihara jenggot?”
Jawaban:
Alhamdulillah wahdah wash sholatu was salamu ‘ala rosulihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam. Wa ba’du
Sesungguhnya memelihara (membiarkan) jenggot adalah wajib dan mencukurnya adalah haram. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan selainnya dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Selisilah orang musyrik, biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.” Begitu juga dalam riwayat Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” (Hal ini berarti) terus menerus dalam mencukur jenggot termasuk al kabair (dosa besar). Maka wajib bagi seseorang untuk menasihati orang yang mencukur jenggot dan mengingkarinya. …
Dan bukanlah maksud menyelisihi majusi dan orang musyrik adalah menyelisihi mereka di semua hal termasuk di dalamnya adalah hal yang benar yang sesuai dengan fitrah dan akhlak yang mulia. Akan tetapi yang dimaksudkan dengan menyelisihi mereka adalah menyelisihi apa yang ada pada mereka yang telah menyimpang dari kebenaran dan yang telah keluar dari fitrah yang selamat serta akhlak yang mulia.
Dan sesuatu yang telah diselisihi oleh orang majusi, orang musyrik, dan orang kafir lainnya adalah dalam masalah mencukur jenggot. Dengan melakukan hal ini, mereka telah menyimpang dari kebenaran dan keluar dari fitrah yang bersih serta telah menyelisihi ciri khas para Nabi dan Rasul. Maka menyelisihi mereka dalam hal ini adalah wajib yaitu dengan memelihara (membiarkan) jenggot dan memendekkan kumis. Hal ini dilakukan dalam rangka mengikuti petunjuk para Nabi dan Rasul dan mengikuti apa yang dituntunkan oleh fitrah yang bersih (selamat). Telah terdapat dalil pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” (HR. Ahmad, Muslim dan lainnya) …
Jika (pada saat ini) orang kafir malah memelihara jenggot, maka ini bukan berarti boleh bagi kaum muslimin untuk mencukur jenggot mereka. Sebagaimana dalam penjelasan di atas bahwasanya bukanlah yang dimaksudkan adalah menyelisihi mereka dalam segala hal. Namun, yang dimaksudkan adalah menyelisihi mereka pada hal-hal yang mereka telah menyimpang dari kebenaran dan telah keluar dari fitrah yang selamat.
Wa billahit tawfiq wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’
Anggota: Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghodayan
Wakil Ketua: Abdur Rozaq Afifi
Ketua: Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz
Fatwa Kedua Fatwa no. 4988 (yang sengaja kami ringkas agar tidak terlalu panjang)
Memelihara jenggot termasuk tuntutan fitrah sebagaimana terdapat pada kurun pertama dan juga hal ini merupakan syariat Nabi-nabi terdahulu sebagaimana merupakan syariat Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syariat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah umum bagi semua makhluk dan wajib bagi mereka untuk melaksanakannya hingga hari kiamat. Allah telah berfirman mengenai Nabi Musa dan saudaranya Harun ‘alaihimas salam serta kepada kaumnya Bani Israil ketika mereka menyembah anak sapi,
وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي (90) قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى (91) قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا (92) أَلَّا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي (93) قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي (94)
“Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan ta’atilah perintahku”. Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami”. Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?” Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku. sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku”.” (QS. Thaha: 90-94)
Maka lihatlah, memelihara jenggot adalah sesuatu yang disyariatkan pada syariat Nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salam. Kemudian Nabi Isa ‘alaihis salam membenarkan ajaran yang ada pada Taurat, maka lihyah (jenggot) juga merupakan syariat Nabi Isa ‘alaihis salam. Mereka semua (Nabi Musa, Harun dan Isa) adalah para rasul Bani Israil yaitu Yahudi dan Nasrani. Jadi, tatkala orang Yahudi dan Nasrani meninggalkan memelihara jenggot, maka mereka telah salah (rusak) sebagaimana mereka telah rusak tatkala meninggalkan ajaran tauhid dan syariat Nabi-nabi mereka. Mereka juga telah menggugurkan perjanjian yang seharusnya mereka ambil yaitu untuk mengimani Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa saja dari Yahudi dan Nasrani yang kembali pada ajaran yang sesuai dengan syariat setiap Nabi di antaranya adalah memelihara jenggot, maka kita tidaklah menyelisihi mereka dalam hal ini karena mereka telah kembali kepada sebagian kebenaran. Sebagaimana pula kita tidaklah menyelisihi mereka jika mereka kembali pada tauhid dan kembali beriman kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan jika memang mereka beriman, kita akan menolong (menguatkan) mereka dan memujinya disebabkan keimanan ini serta kita akan saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Wa billahit tawfiq wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’
Anggota: Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghodayan
Wakil Ketua: Abdur Rozaq Afifi
Ketua: Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz
Demikianlah Fatwa Kedua Lajnah Ad Da’imah. Semoga perkataan ulama dan fatwa-fatwa di atas bisa menjawab sedikit kerancuan yang menyebar di tengah-tengah masyarakat.
Catatan Tambahan:
Kami sedikit akan menyinggung masalah kumis. Apakah kumis harus dipotong habis ataukah cukup dipotong pendek? Berikut ini adalah intisari dari perkataan Al Qodhi Iyadh yang dinukil oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim, 1/416.
Sebagian ulama salaf berpendapat bahwa kumis harus dicukur habis karena hal ini berdasarkan makna tekstual (zhohir) dari hadits yang menggunakan lafazh ahfuu dan ilhakuu. Inilah pendapat ulama-ulama Kufah. Ulama lainnya melarang untuk mencukur habis kumis. Ulama-ulama yang berpendapat demikian menganggap bahwa lafazh ihfa’, jazzu, dan qossu adalah bermakna sama yaitu memotong kumis tersebut hingga nampak ujung bibir. Sebagian ulama lainnya memilih antara dua cara ini, boleh yang pertama, boleh juga yang kedua.
Pendapat yang dipilih oleh An Nawawi dan insya Allah inilah pendapat yang kuat dan lebih hati-hati adalah memendekkan kumis hingga nampak ujung bibir. Wallahu a’lam bish showab.
-bersambung insya Allah-
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
(Penuntut Ilmu di Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
[/]. Disadur: Muslim.or.id